Beranda | Artikel
Bacaan di Belakang Imam
Senin, 29 Januari 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Bacaan di Belakang Imam merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 16 Rajab 1445 H / 28 Januari 2024 M.

Kajian Hadits Tentang Bacaan di Belakang Imam

Hadits 283:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ ﵄ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ صَلَاةَ الظُّهْرِ أَوْ الْعَصْرِ فَقَالَ أَيُّكُمْ قَرَأَ خَلْفِي بِـ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى) فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا وَلَمْ أُرِدْ بِهَا إِلَّا الْخَيْرَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ بَعْضَكُمْ خَالَجَنِيهَا. 

Dari Imran bin Husain -semoga Allah meridhainya, Ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengimami kami shalat dzuhur atau ashar. Setelah shalat, beliau bertanya, ‘Siapa di antara kalian tadi yang di belakangku membaca (mengeraskan bacaan) Sabbihisma Rabbikal A’la?’ Maka ada seorang laki-laki berkata, ‘Aku, Hai Rasulullah, dan aku tidak menginginkan kecuali kebaikan.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Aku tahu bahwa sebagian kalian telah menggangguku dalam bacaan.`” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merasa terganggu dengan bacaan yang dikeraskan tersebut, padahal itu shalat dzuhur. Karena shalat dzuhur itu hendaknya disirrkan.

Para ulama sepakat bahwa dalam bacaan shalat, wajib membaca Al-Fatihah bagi orang yang sendirian maupun yang menjadi imam. Adapun yang menjadi makmum, maka terjadi ikhtilaf para ulama. Apakah makmum wajib baca Al-Fatihah baik sirr maupun jahr, ataukah makmum tidak boleh membaca sama sekali baik sirr maupun jahr, ataukah makmum membaca saat sirr dan diam saat jahr? Ini, sebagaimana pernah saya sampaikan, dalam hal ini para ulama berbeda menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama, mengatakan wajib membaca Al-Fatihah baik sirr maupun jahr, dan ini masyhur dalam Mazhab Syafi’i. Alasannya bahwa hadits tentang membaca al-fatihah itu sifatnya umum. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (HR. Bukhari)

Hadits ini bentuknya umum, masuk padanya imam maupun makmum, kata mereka. Mereka juga berhujah dengan hadits Ubadah bin Shamit. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat subuh, kemudian setelah selesai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ قُلْنَا نَعَمْ هَذًّا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا

“Sepengetahuanku, kalian membaca di belakang imam kalian.” Kata mereka: “Benar, hai Rasulullah.’ Kata Rasulullah, ‘Jangan kalian baca kecuali Al-Fatihah saja. Karena tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya.`” (HR. Abu Dawud)

Kata mereka, ini nash yang sharih (tegas), yang menunjukkan bahwa Al-Fatihah wajib dibaca oleh makmum. Karena nabi mengatakan, ‘Jangan kamu baca kecuali Al-Fatihah.’

Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan tidak disyariatkan sama sekali baik itu sirr maupun ketika jahr. Ini pendapat Abu Hanifah. Alasannya hadits, bahwa bacaan makmum ditanggung oleh Imam. Akan tetapi hadits itu dhaif, tidak bisa dijadikan hujjah. Ini pendapat yang paling lemah.

Pendapat ketiga, ini tengah-tengah. Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan أعدل الأقوال (pendapat yang paling adil, tengah-tengah antara dua pendapat). Yaitu, kalau jahr, maka diam. Kalau sirr, maka wajib baca. Mereka membawa hadits: “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” itu khusus saat shalat sirr saja. Adapun kalau shalat saat jahr, maka yang berlaku adalah firman Allah:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkan dan diam…” (QS. Al-A’raf[7]: 204)

Kata Imam Ahmad, seluruh ulama sepakat bahwa ayat ini turun mengenai bacaan di belakang Imam. Itu menunjukkan bahwa makmum, kalau dibacakan (dengan keras) padanya Al-Qur’an, kewajiban mereka adalah mendengarkan dan diam. Sehingga mereka mengatakan bahwa kewajiban membaca Al-Fatihah itu haditsnya umum, dan disuruh diam dalam shalat jahriyah itu khusus. Sehingga yang umum, kalau bertemu dengan yang khusus, maka dibawa kepada yang khusus.

Tapi pendapat ini dibantah oleh mereka yang mewajibkan. Bahwa kebalikannya, justru ayat “Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkan dan diam,” itu umum, kecuali Al-Fatihah.

Subhanallah, demikian memang pemahaman para ulama itu bisa berbeda-beda dalam hal ini. Dan ini adalah masalah ijtihadiyah.

Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang Bacaan di Belakang Imam

Ada perkataan Syaikhul Islam yang sangat bagus sekali, dan Ana memandang ini yang lebih kuat, yang Ana condong kepadanya, bahwa kata beliau, membaca Al-Fatihah memang wajib, namun ada beberapa keadaan yang dikhususkan oleh dalil lain. Di mana dalil itu menunjukkan tidak wajib baca Al-Fatihah saat itu.

Yang pertama, orang yang mendapatkan Imam dalam keadaan rukuk, atas pendapat yang rajih, dan ini pendapat jumhur, bahwa ia dapat satu rakaat. Kata beliau bahwa siapa yang mendapatkan Imam dalam keadaan sedang rukuk, lalu ia bertakbir dan masuk rukuk dalam keadaan Imam masih rukuk, maka ia telah mendapatkan satu rakaat, dengan kesepakatan ahli ilmu, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Bakrah. Demikian pula, dikhususkan dalam hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah sakit keras, kemudian Rasulullah menyuruh Abu Bakar untuk menjadi Imam. Maka kemudian Abu Bakar pun jadi Imam. Lalu Rasulullah merasa ringan, maka beliau pun keluar, dibopong dua Sahabat, lalu duduklah di sebelah kirinya Abu Bakar. Dan ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengulangi bacaan Al-Fatihah, beliau melanjutkan yang dibaca oleh Abu Bakar. Berarti itu menunjukkan tidak wajib.

Begitu juga orang yang dalam keadaan lupa atau tidak tahu, maka pada waktu itu diberikan udzur. Ini pengkhususan juga. Kalau dalam keadaan masbuk, orang dapat rukuknya Imam, tidak wajib baca Al-Fatihah. Demikian pula ketika imam yang pertama datang, demikian pula ketika dalam keadaan tidak tahu atau lupa, semua ini mengkhususkan kewajiban baca Al-Fatihah. Maka, demikian pula ini, mendengarkan bacaan Imam termasuk udzur untuk tidak membaca Al-Fatihah. Sebab, kalau membaca Al-Fatihah itu wajib atas makmum secara mutlak, tentu tidak akan gugur dalam keadaan masbuk ataupun dalam keadaan tidak tahu. Karena itu hukumnya wajib. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan orang Arab Badui yang shalatnya tidak becus, maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Balik lagi kamu shalat, kamu belum shalat.” Dan beliau juga menyuruh orang yang shalat sendirian di belakang shaf untuk mengulangi shalatnya. Itu semua menunjukkan, berarti mendengarkan bacaan Imam termasuk udzur untuk tidak membaca Al-Fatihah.

Mereka juga berhujjah dengan hadits Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca dalam shalat jahriyah. Lalu kemudian Rasul bersabda, “Apakah salah seorang dari kalian tadi ada yang membaca bersamaku?” Maka seorang laki-laki berkata, “Betul Hai Rasulullah,” Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إني أقول ما لي أنازع القرآن

“Aku katakan kepada kalian, kenapa kalian melawan bacaanku?”

Imam Az-Zuhri mengatakan bahwa orang-orang berhenti untuk membaca bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam shalat jahriyah. Imam Az-Zuhri adalah seorang ulama yang paling alim di zamannya, dia memastikan bahwa para sahabat tidak membaca di belakang Nabi di shalat jahriyah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53870-bacaan-di-belakang-imam/